SOKOGURU, BANDUNG – Dunia usaha di Jawa Barat (Jabar) tengah diterpa gelombang tekanan dari berbagai arah.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar, Ning Wahyu Astutik, menyebut pelaku usaha kini menghadapi “triple distraction” yang membuat iklim investasi di Indonesia makin tak kondusif.
Salah satunya, kebijakan tarif resiprokal dari Amerika Serikat yang disebutnya sebagai ‘puncak gunung es’ dari masalah yang lebih dalam.
Hal ini ia ungkapkan dalam diskusi publik bertajuk “Gempuran Tarif AS: Ekonomi Indonesia di Ujung Tanduk? Dialog Kritis Mencari Solusi” yang digelar Core Indonesia dan Suara.com di Ballroom Amarthapura, El Hotel Bandung, Selasa 20 Mei 2025
Baca juga: Kenaikan Tarif Impor AS Mengancam UMKM Bogor, DPRD Desak Aksi Cepat
“Yang pertama, tekanan tarif internasional. Kedua, banjir impor murah. Ketiga, regulasi ketenagakerjaan yang terus berubah,” tegas Ning.
Ia menyebut ketiga faktor tersebut menjadi penghambat serius dalam menciptakan iklim usaha yang sehat dan kompetitif.
Tarif AS: Puncak Gunung Es dari Krisis Investasi
Menurut Ning, kebijakan tarif dagang yang digulirkan Presiden AS Donald Trump bukan sekadar ancaman sesaat, melainkan simbol dari persoalan yang lebih besar: lemahnya daya saing Indonesia di mata dunia.
“Banyak hal yang jauh lebih penting dari sekadar tarif. Hambatan berbisnis di Indonesia itu begitu kompleks, mulai dari ketidakpastian hukum hingga izin usaha yang tidak transparan,” ujarnya.
Investor Asing Mulai Ragu
Apindo Jabar mencatat banyak calon investor yang memilih mundur karena buruknya sistem perizinan dan tumpang tindih regulasi.
“Proses perizinan bisa molor dari dua minggu jadi berbulan-bulan. Ini membuat investor asing frustrasi. Mereka terbiasa dengan kepastian dan kecepatan,” jelas Ning.
Baca juga: Tarif Dagang AS 32 Persen Ancam Ekspor RI, DPR Minta Pemerintah Tak Gegabah
Lebih parah lagi, menurutnya, praktik premanisme dan pungli di lapangan masih marak terjadi, memperparah citra buruk iklim investasi di tanah air.
Impor Ilegal Tak Tersentuh, Ekspor Merosot Tajam
Tak hanya persoalan perizinan, Ning juga menyoroti membanjirnya barang-barang impor legal maupun ilegal ke Indonesia, yang semakin menekan pelaku usaha lokal.
Sementara itu, ekspor Indonesia ke AS yang sebelumnya menjadi andalan, justru anjlok akibat tarif impor tinggi.
“Bandung dan Jawa Barat menjadi daerah yang paling terdampak, khususnya sektor tekstil, alas kaki, dan furnitur yang selama ini bergantung pada pasar ekspor Amerika,” ujar Pemimpin Redaksi Suara.com, Suwarjono, dalam kesempatan yang sama.
Baca juga: Trump Naikkan Tarif Impor, Legislator Dorong Diplomasi Cerdas dan Proteksi Industri Dalam Negeri
Suwarjono menambahkan bahwa kegiatan diskusi publik ini digelar di Bandung karena kota ini merupakan episentrum industri ekspor Jawa Barat yang saat ini tengah terpukul.
Panggilan untuk Pemerintah: Waktunya Reformasi Iklim Usaha
Ning Wahyu Astutik berharap pemerintah segera mengambil langkah konkret untuk membenahi hambatan-hambatan tersebut.
Ia menekankan pentingnya penyelarasan regulasi, pemberantasan impor ilegal, serta reformasi birokrasi perizinan demi memulihkan kepercayaan investor dan memperkuat fondasi ekonomi nasional.
“Jika tidak segera ditindaklanjuti, maka Indonesia akan kehilangan banyak peluang emas di tengah persaingan global yang kian ketat,” pungkasnya. (*)